ironi Anak indonesia yang lahir di Arab tidak merasa memiliki tanah air 

MAKKAH – Arti sebuah nasionalisme bukan hanya sebatas administrasi semata, namun menumbuhkan kebanggaan diri terhadap Tanah Air. Sebut saja nama pria yang mengaku lahir tepat ketika Irian Barat masuk dalam kewilayahan Indonesia pada 1 Mei 1963 ini, Yanto Banjar.

Okezone bertemu dengannya ketika bertugas sebagai Tim Media Center Haji di daerah kerja Makkah. Penampilannya biasa saja sebagai salah seorang tenaga pengemudi lokal untuk rombongan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2016. Namun, ada sebuah rasa nasionalisme luar biasa dalam dirinya.

“Saya lahir di Indonesia, tapi pindah ke Makkah, Arab Saudi pada 1978,” urai Yanto, Rabu (17/08/2016).

Motivasinya pindah ke negeri gurun tersebut karena mengais rezeki sebagai pekerja serabutan. Setelah berpengalaman kerja selama 10 tahun di Makkah, Yanto mengadu nasib ke Kota Madinah.

Ia sempat menikah di Indonesia dan mempunyai empat orang anak. Sayangnya, ia tidak mampu mempertahankan mahligai perkawinan. Setelah bercerai, Yanto menikah lagi dengan orang Indonesia dan dikaruniai dua orang anak lagi. Sejak saat itulah dia belum pernah kembali ke Tanah Air.

Di sela kesibukannya bekerja, Yanto selalu mengedukasi kedua anaknya yang belum pernah mengunjungi Indonesia. Yanto memang gigih memperkenalkan berbagai hasil kebudayaan dan lambang-lambang negara RI kepada anaknya secara dialogis.

Di rumah dia bahkan mewajibkan anak-anaknya berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Kepada salah satu anaknya, Rayyan ( 14), Yanto menginformasikan bahwa pada 17 Agustus, Kantor Daker Makkah menggelar upacara bendera yang bakal dipenuhi lagu-lagu nasional.

Rayyan memang buta pengetahuan tentang Indonesia. Yanto pun sigap memperkenalkan tentang tanah kelahirannya. “Saya sampai mencari lagu kebangsaan Indonesia Raya agar Rayyan tahu,” jelas Yanto.

Sang anak tak kalah kritis. Rayyan yang berstatus selevel siswa kelas dua Madrasah Tsanawiyah di Arab ganti bertanya cara menyanyikan Indonesia Raya. Sebelumnya, Yanto mencontohkan lirik dan musiknya kepada Rayyan.

Ketika tiba pada syair Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku, tiba-tiba Rayyan menyeletuk, “Saya kan enggak lahir di Indonesia. Itu kan tanah tumpah Bapak, bukan saya. ”

Yanto pun hanya mengelus dada dan berdoa agar anaknya mendapat pencerahan tentang asal muasalnya. Dia lantas bertutur lirih kepada anaknya,”Tanah Air bapak adalah tanah tumpah darahmu nak.”

Pagi 17 Agustus 2016, saat Merah Putih Berkibar di halaman Kantor Daker Makkah, tak tampak Rayyan menemani bapaknya mengikuti upacara bendera. Semoga kelak saat dewasa Rayyan mengerti asal muasalnya. Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku, Di Sanalah Aku Berdiri Jadi Pandu Ibuku….

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *